Isu gugatan lima mahasiswa ke Mahkamah Konstitusi (MK) agar rakyat dapat memberhentikan anggota DPR (melalui uji materi UU MD3) memicu reaksi dari sejumlah partai besar: Gerindra, PAN, dan Golkar. Masing-masing partai memberikan pandangan yang berbeda tentang hubungan antara partai politik, wakil rakyat, dan rakyat/pemilih dalam mekanisme pemberhentian anggota DPR.
Latar Belakang Gugatan
-
Lima mahasiswa — Ikhsan Fatkhul Azis, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, Muhammad Adnan, dan Tsalis Khoirul Fatna — menggugat Pasal 239 ayat (2) huruf d Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 (UU MD3) ke MK. detikcom+2law-justice.co+2
-
Mereka menilai ketentuan tersebut eksklusif memberi parpol kuasa untuk mengusulkan Pemberhentian Antar Waktu (PAW) anggota DPR, tanpa peran konstituen (rakyat) secara langsung. detikcom
-
Dalam petitum, mahasiswa meminta agar Pasal 239 ayat (2) huruf d ditafsirkan menjadi: “diusulkan oleh partai politiknya dan/atau konstituen di daerah pemilihannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.” Metapos+1
Tanggapan Partai
Gerindra
-
Ketua Baleg DPR dari Fraksi Gerindra, Bob Hasan, menyatakan bahwa gugatan mahasiswa adalah bagian dari dinamika demokrasi, dan adalah hak warga negara untuk mengajukan judicial review. law-justice.co
-
Menurut Bob, meskipun anggota DPR dipilih langsung oleh rakyat, setelah terpilih mereka tetap “terikat” dengan partai politik karena struktur keanggotaan DPR diatur dalam UU MD3. law-justice.co+2Rmol.id+2
-
Ia menyerahkan sepenuhnya penilaian atas gugatan ke MK, dengan menekankan bahwa pertimbangannya nantinya akan terkait konstitusi (UUD 1945). law-justice.co
-
Bob menyatakan bahwa mekanisme PAW (pemberhentian antar waktu) menurut UU MD3 memang berada dalam ranah partai politik, bukan konstituen langsung. Rmol.id+1
Analisis Gerindra: Gerindra bersikap terbuka terhadap proses hukum, tetapi mempertahankan argumentasi bahwa sistem PAW melalui partai tidak bisa langsung digantikan dengan mekanisme “rakyat pecat DPR” tanpa kajian konstitusional.
Golkar
-
Dari Golkar, Soedeson Tandra (Anggota Komisi III DPR) menyatakan bahwa persoalan mekanisme pemberhentian anggota DPR adalah open legal policy — yaitu kebijakan yang menjadi kewenangan pembuat undang-undang (legislatif), bukan ranah MK. Metapos
-
Ia menegaskan bahwa pengajuan gugatan oleh mahasiswa adalah hak warga negara, tetapi meyakini bahwa Pasal 239 ayat (2) huruf d UU MD3 saat ini tidak bertentangan dengan UUD 1945. law-justice.co
-
Soedeson menambahkan bahwa kecuali dalam kasus pidana, pemberhentian anggota DPR adalah domain partai, sehingga MA tidak bisa “membatalkan” seluruh mekanisme PAW melalui putusan MK. Metapos
Analisis Golkar: Golkar cenderung menolak perubahan lewat putusan MK karena menilai hal itu seharusnya diselesaikan melalui proses legislatif (revisi UU), bukan judicial review semata.
PAN
-
Wakil Ketua MPR dari Fraksi PAN, Eddy Soeparno, menyatakan bahwa anggota DPR adalah representasi partai politik, meskipun dipilih rakyat. Karena itu, partai politik memiliki peran sentral dalam mengevaluasi dan, jika perlu, memberhentikan wakilnya. Metapos
-
Menurut Eddy, masyarakat bisa mengevaluasi wakilnya melalui pemilu: apakah wakil tersebut memenuhi janji, merespons aspirasi konstituen, dsb. Metapos+1
-
Jika konstituen punya keberatan terhadap kinerja anggota DPR, menurut Eddy, mereka bisa menyampaikan keluhan ke partai pengusung agar partai mengevaluasi legislator tersebut. Tetapi mekanisme formal pemberhentian (PAW) saat ini tetap di tangan parpol berdasarkan undang-undang. Mevin.ID
Analisis PAN: PAN menolak gagasan “recall” langsung dari rakyat sebagai mekanisme utama pemecatan partai, karena khawatir melemahkan peran partai dalam kontrol internal wakilnya.
Implikasi Politik dan Legislatif
-
Tegangan Parpol vs Konstituen
Respons partai ini menunjukkan ketegangan mendasar: parpol ingin mempertahankan kontrol atas wakil mereka melalui PAW, sementara gugatan mahasiswa mendorong keterlibatan konstituen lebih kuat dalam pengawasan dan pemecatan. -
Peran MK
Karena sebagian partai (seperti Gerindra) menyerahkan keputusan ke MK, hasil uji materi bisa membuka pintu interpretasi ulang UU MD3. Jika MK mengabulkan sebagian gugatan, bisa memicu revisi undang-undang. -
Potensi Revisi UU MD3
Golkar menyebut ini sebagai open legal policy, artinya jika ada perubahan mekanisme PAW, sebaiknya dibahas melalui DPR — bisa melalui panitia legislasi (Baleg) untuk revisi UU MD3. -
Evaluasi Kinerja Anggota DPR
Partai-partai menyiratkan bahwa mekanisme evaluasi tetap bisa dilakukan oleh konstituen melalui partai, dan juga melalui pemilu: pemilih punya ruang untuk menilai dan menolak wakilnya di pemilu berikutnya.
Kesimpulan
-
Gerindra, PAN, dan Golkar menerima gugatan mahasiswa sebagai bagian dari demokrasi, tetapi secara substantif menolak pemberhentian DPR langsung oleh rakyat tanpa keterlibatan partai politik.
-
Gerindra mendukung proses MK sebagai arena konstitusional untuk menguji pasal-pasal UU MD3, tetapi mempertahankan pentingnya peran parpol dalam PAW.
-
Golkar menyatakan bahwa perubahan mekanisme pemecatan harus dilakukan melalui legislasi (UU), bukan judicial review.
-
PAN menegaskan bahwa evaluasi wakil rakyat tetap berada di tangan partai maupun pemilu, bukan melalui recall konstituen.
